Selasa, 01 Desember 2009
Cerita Pojok
"Ijinkan kami untuk menjaga dunia kami sendiri dan ijinkan kami untuk berjuang dengan sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya."eL.P.B
"Untuk abdi dalem paling rendah gajinya 2500 per bulan Mas. Itu hingga tahun sekarang. Untuk yang paling tinggi tinkatannya gajinya 25.000 per bulan Mas."kata pak T yang mengaku salah satu turunan abdi dalem. Mendengar cerita itu membuatku setidaknya bertanya-tanya akan kehidupan mereka selanjutnya. Apa benar hal itu terjadi dan menjadi hal yang tidak mungkin mereka bisa menyekolahkan anaknya hingga tingkat Universitas? Tanyaku dalam hati pelan.
Kelihatannya Pak T paham akan sorot mataku yang membingungkan ini. "Tetapi Mas, mereka bisa menghidupi diri mereka dengan jualan di sekeliling alun-alun utara ini. Soalnya abdi dalem itu kerjanya tidak setiap hari. Ada yang kerjanya hanya buka gerbang, jaga gerbang, ada juga yang kerjanya hanya kalau ada acara grebegan, sekatenan dan sebagainya. Nah, di waktu luangnya mereka isi dengan berdagang, jadi tukang parkir kraton, jadi pemandu seperti saya ini, bahkan ada juga yang laki-laki jadi guru dan yang perempuan dagang di sekitar alun-alun utara." Mereka seorang opoturnis pikirku. Mereka tidak paham konsep wirausaha tidak paham konsep ekonomi dan akuntansi yang mereka paham adalah konsep untuk bertahan hidup.
Tetapi masih saja ada ganjalan, apakah zaman itu juga alun-alun utara sudah ramai? Aku teguk teh untuk mencoba melancarkan gerak-gerikku meneruskan pebincangan. Bapak itu bercerita panjang lebar tentang zaman dahulu hingga tiba saat yang aku nantikan " Waktu zaman kerajaan alun-alun utara ini ramai Mas daripada tahun-tahun sekarang. Karena semua kegiatan yang memegang adalah kraton dan alun-alun utara inilah tempat rakyat untuk berkumpul. Apalagi saat kraton pernah dijadikan kampus UGM. Ada juga yang memanfaatkan untuk menjual makanan di tempat ini."
Jelas inilah yang kemudian menjadi alasan abdi dalem kraton bisa bertahan hidup sambil mengabdi pada kraton. Memang mereka tidak diberi uang secara cukup tetapi mereka diberi peluang, mereka diberi ruang. Yang bisa bertahan dan memanfaatkan itulah yang bisa hidup dan dengan sendirinya membuat sebuah budaya, tanpa disadari.
"Untuk abdi dalem paling rendah gajinya 2500 per bulan Mas. Itu hingga tahun sekarang. Untuk yang paling tinggi tinkatannya gajinya 25.000 per bulan Mas."kata pak T yang mengaku salah satu turunan abdi dalem. Mendengar cerita itu membuatku setidaknya bertanya-tanya akan kehidupan mereka selanjutnya. Apa benar hal itu terjadi dan menjadi hal yang tidak mungkin mereka bisa menyekolahkan anaknya hingga tingkat Universitas? Tanyaku dalam hati pelan.
Kelihatannya Pak T paham akan sorot mataku yang membingungkan ini. "Tetapi Mas, mereka bisa menghidupi diri mereka dengan jualan di sekeliling alun-alun utara ini. Soalnya abdi dalem itu kerjanya tidak setiap hari. Ada yang kerjanya hanya buka gerbang, jaga gerbang, ada juga yang kerjanya hanya kalau ada acara grebegan, sekatenan dan sebagainya. Nah, di waktu luangnya mereka isi dengan berdagang, jadi tukang parkir kraton, jadi pemandu seperti saya ini, bahkan ada juga yang laki-laki jadi guru dan yang perempuan dagang di sekitar alun-alun utara." Mereka seorang opoturnis pikirku. Mereka tidak paham konsep wirausaha tidak paham konsep ekonomi dan akuntansi yang mereka paham adalah konsep untuk bertahan hidup.
Tetapi masih saja ada ganjalan, apakah zaman itu juga alun-alun utara sudah ramai? Aku teguk teh untuk mencoba melancarkan gerak-gerikku meneruskan pebincangan. Bapak itu bercerita panjang lebar tentang zaman dahulu hingga tiba saat yang aku nantikan " Waktu zaman kerajaan alun-alun utara ini ramai Mas daripada tahun-tahun sekarang. Karena semua kegiatan yang memegang adalah kraton dan alun-alun utara inilah tempat rakyat untuk berkumpul. Apalagi saat kraton pernah dijadikan kampus UGM. Ada juga yang memanfaatkan untuk menjual makanan di tempat ini."
Jelas inilah yang kemudian menjadi alasan abdi dalem kraton bisa bertahan hidup sambil mengabdi pada kraton. Memang mereka tidak diberi uang secara cukup tetapi mereka diberi peluang, mereka diberi ruang. Yang bisa bertahan dan memanfaatkan itulah yang bisa hidup dan dengan sendirinya membuat sebuah budaya, tanpa disadari.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mari kita pererat tali diskusi